Membanding bandingkan rasanya sudah menjadi hal
wajar bagi banyak orang, entah diri sendiri maupun orang lain sangat senang
membandingkan antara satu dengan yang lain. Dari jaman baheula kita sering
dibanding-bandingkan, dengan saudara kandung, sepupu, teman, anak tetangga,
orang tidak dikenal, mamang nasi goreng, mantannya pacar (heh malesi banget
harus dibandingkan sama mantannya si doi hadeeeh gamao keleus).
Kemudian kegiatan itupun dianggap lumrah karena terjadi dalam kehidupan sehari-hari, padahal itu akan terbawa dan berpengaruh terhadap pola pikir kita. Akhirnya kita selalu melihat orang lain, kita merasa tidak cukup, kita merasa kurang dalam beberapa aspek yang orang lain lebih dalam hal itu dan khawatir. Dan tentunya ini akan membuat kita secara tidak langsung menjadi murung. Kemudian berandai-andai, mengatakan "coba saja, seadandainya, jika" mengeklaim bahwa hidup kita nestapa dan hidup orang lain sangat menyenangkan.
Seringkali bukan hanya orang lain yang membandingkan kita dengan siapa, tapi kita pun ancap kali membandingkan diri sendiri dengan orang lain, apapun konteksnya seperti fisik, keuangan, intelejen, keluarga, ada saja hal yang bisa untuk dibadingkan. Kita mendefinisikan kebahagian terhadap apa yang dimiliki orang lain, bukan apa yang kita miliki. Sehingga kita terus merasa kurang,kurang dan kurang. Emang ya selain rebahan membandingkan adalah hal yang mudah untuk dilakukan.
"You always find someone who has something that you wish you have"-Rachel Smets
Dalam tulisan Rich Schaus di everyday power. Terdapat 2 paradoks kenapa kita selalu membandingkan: yang pertama adalah kita merasa insecure, kita tidak percaya diri terhadap apa yang kita punya. Kita mendefinisikan sesuatu berdasakan tuntutan sosial bukan berdasarkan apa yang kita yakini. Dan yang kedua adalah karena kita ingin improve, mungkin apa yang dilakukan dan dipunyai si A adalah hal sangat kita inginkan, akhirnya kita memotivasi diri kita untuk dapat seperti atau lebih dari si A.
Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang comparing yourself itu dilakukan agar kita termotivasi melakukan sesuatu yang besar. Tapi kenyataannya lebih sering menyakiti diri sendiri. Tidak semua orang punya kapabilitas untuk cepat bangun ketika dia down. Akhirnya kita jadi marah dan kesal dengan diri sendiri kemudian tidak puas lalu tidak percaya diri lagi. Menghabiskan waktu dan tenaga yang membuat kita semakin sedih dan overthinking terhadap apapun.
"When we live out of fears & insecurities all of life seems hopeless and joyless"-Rich Schaus.
Jordan Harbinger mengatakan bahwa sebenarnya kita tidak membandingkan diri kita dengan orang lain, akan tetapi kita membandingkan ide atau apa yang kita pahami dengan apa yang orang lain pahami. Kita mengobservasi ide orang lain untuk memvalidasi ide yang sudah ada. Ketika kita memulai membandingkan diri kita, maka akan terdapat gap semakin tinggi gapnya maka kita akan semakin insecure.
Istilah rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau itu sepertinya memang benar adanya. Kita melihat "wah senang, wah enak, sangat beruntung" tapi kita sering mengabaikan hal lain, yang mungkin tidak terlihat. Kita berusaha berpacu dengan orang lain sampai mengabaikan diri sendiri. Apakah ini benar-benar hal yang kita inginkan ? Terus harus gimana ? kan emang misuh-misuh, sambat, ngeluh, banding-bandingin itu hal yang paling mudah untuk dilakukan ?.
Jadi harus gimana ? Kalau kata Rachel Smets caranya hanya terdiri dari dua kata "STOP IT".
BERHENTI, berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Menurutku salah satu yang penting adalah self acceptance a.k.a nrimo, wes talah nrimo no rek, menerima apa yang kita punya bukan yang kita tidak punya. Memaknai satu persatu yang kita miliki sekarang, ya walaupun mengeluh dan tidak puas itu manusiawi tapi ya namanya juga belajar.
Jadi dulu pas kuliah sa pernah membandingkan
dengan anak HI lainnya yang sangat keren, cantik, ikut MUN, bisa jalan-jalan
keluar negeri, terus akrab satu sama lain karena punya circle yang luas. Terus sa ya begini-begini saja ala kadarnya main
UNO tiap hari, nungguin makan gratis dari acara Lab HI. Hingga akhirnya pas
melihat lebih jauh bahwa sa ini sangat bahagia teman-teman lab hi itu sangat
super duper seru dan menyenangkan, ga
bisa nongkrong di tempat fancy tapi kita bisa tertawa cekikikan sampai sakit
perut gara-gara main truth or dare di ruang baca, makan masakan rumah buatan
mbak dwi yang makannya di sa kosan, berdebat main werewolf, rebutan pizza
sampai menjadikan UNO sebagai jalan keluar, dan itu cukup dan itu sudah sangat
bikin kangen.
Kemudian melakukan dan mendefinisikan kebahagian dalam versimu. Bersikap bodo amat, meskipun bodo amat itu sebenarnya tidaklah mudah karena sebenarnya ya kita ga bodo amat kita peduli terhadap orang lain pikirkan terhadap kita, itu manusiawi. Tapi tentu kita tidak ingin hidup dalam bayang-banyang orang lain terus-terusan menjerumuskan diri dalam
insecurity. Karena sebenarnya kita tidak punya kontrol terhadap orang lain tapi kita mempunyai kendali penuh akan diri sendiri.
Tulisan ini akan di update jika memang menemukan ide baru
lainnya hehehe
Komentar
Posting Komentar